Archive for October 2012

"You and I were lost children to begin with. But most children in the world are the same as us. So, just once, we needed someone to say 'I love you'."--Tabuki Keiju, Mawaru Penguindrum episode 14


.

Karena itu aku butuh kamu--untuk menerima setengah kebahagiaanku, setengah kesedihanku, dan memberikan setengah kebahagiaanmu juga setengah kesedihanmu padaku.

Karena aku bukan entitas egois yang menyimpan buah hanya untuk diriku sendiri.

Karena aku ingin kita melihat masa depan yang sama.

.
.
.
.

"Let's share the fruit of fate..."
--Takakura Shouma


a/n: sedang mabok mawaru penguindrum orz

lit the candle, and here comes the birthday wish--but no, this is a birthday bash!


.

dibuat secepat kilat sebelum jam 10 malam

memang saya nggak biasanya ngepost macam begini, tapi biarin lah ya, blog blog saya ini jadi gimana saya juga kali mau diisi apa iya nggak iya nggak iyain aja biar cepet lah ya.

tapi ini sebenernya post lumayan penting, karena orang yang mau saya bicarakan dalam posting ini adalah orang yang saya jadikan tokoh dalam serial Tsugi no Kakurenbo milik saya yang dimuat di blog ini..

Cuma mau bilang...

HAPPY BIRTHDAY, SHIKORIN!
10月24日2012年は、26になりますよ~


Selamat ulang tahun, Okamoto Nobuhiko!

Semoga cepet gede semoga panjang umur, semoga semakin shiko jangan suka sakit-sakitan, makin terus dibully makin dewasa dan disayang banyak fans, cepetan cari jodoh biar nggak shiko shiko terus sukses sekalu dalam karier, semoga tidak diledekin seiyuu mainstream sama fans tsundere, semakin derp dan absurd dilancarin rejekinya dan jaya selalu, dapet banyak peran cowok ganteng dapet prestasi terbaik dan selalu makin baik setiap harinya! :3

Doanya tulus loh. meskipun rancu juga yang tulus yang mana hayooo

Dan untuk tetehku yang semakin ganteng, teteh Hanazawa Kana yang tanggal 24 Oktober 2012 juga rilis single ehemehemehemciecie semoga semakin produktif, singlenya sukses di pasaran, dan suaramu makin moe~ <3
 


Haik iijyou, Sacchi deshita! >///<

please judge with your eyes and mind wide open


.

Untuk seseorang yang Senin lalu bikin saya mencak-mencak dalam hati,

Saya rasa Anda terlalu menerapkan prinsip konformitas dalam kehidupan sehari-hari, hum? Jika ada palu yang menonjol, selalu Anda pukul dengan palu, itulah yang menyebabkan saya berani mengatakan Anda punya pikiran yang sempit. Kalau mau lebih frontal lagi, Anda ingin semua orang punya pola pikir yang sama dengan Anda, betul bukan?

Tapi sayangnya tidak--saya berada di garis depan penentang pola pikir Anda.

Saya membenci idealisme konformitas yang Anda terapkan, bahkan berusaha Anda tularkan pada saya. Saya menyukai perbedaan dan berusaha menghargainya. Tapi Anda, terlalu menyamaratakan. Anda tidak berhak untuk menilai sesuatu melalui persepsi Anda saja, tapi Anda harus menilai dengan fakta. Penilaian tanpa didasarkan fakta hanya akan menjadi sampah yang akan ditolak orang-orang. Termasuk saya, yang jujurnya, sangat membenci subjektifitas Anda. Anda menilai tanpa tahu fakta, Anda membandingkan dengan sebelah mata, dan terlalu bersikeras terhadap pendapat Anda--bahkan saya rasa, Anda tidak mau menerima pendapat saya--kami, kalau saya boleh bilang.

Kenapa?

Karena kami lebih muda daripada Anda?

Justru karena itulah kami lebih tahu kenyataan di lapangan dibanding Anda.

Anda berhak kok membenci saya karena kenyataan ini, dan kenyataan kalau saya pengecut hanya bisa membicarakan Anda di belakang seperti ini.

Salam,
Sasha.

dari mata seorang sasha ; tentang pendidikan


.

Halo. Lama tak menulis, nih. Baru UTS. Haha. /gelundung

Ya jadi... well, tulisan di sini hanya sekadar untuk menumpahkan unek-unek saja, selagi belom ada undang-undang yang melarang pelajar SMA galau untuk ngeblog dan curcol di blognya /dfq Lagian udah lama juga saya nggak nulis entri yang rada guna /kapankamunulisentribergunasha

Seminggu yang lalu, ada seorang guru di bimbel yang nyampein sesuatu tentang OIS atau Overload Information Syndrome, keadaan dimana sudah terlalu banyak informasi yang diterima oleh otak dalam satu periode waktu tertentu dan biasanya kalau sudah mencapai fase macam gini, otak sulit mencerna mana informasi yang harus disimpan dan mana informasi yang harus dilupakan. Istilahnya sih otak jadi ngebul. Keadaan kayak gini itu rentan dialami sama anak sekolahan.

Di sekolah itu, kebanyakan informasi yang sudah diterima akan dilupakan, dan yang ingat itu hanya sebagian kecil dari keseluruhan informasi yang ditangkap. Kebayang dong, guru udah susah-susah menyampaikan ilmu, tapi ilmu yang terserap hanya sebagian kecil banget. Tapi itu bukan salah murid kok. Daya tangkap orang kan berbeda-beda, karena dipengaruhi dari cara belajar dan jenis kecerdasan yang dimiliki orang itu juga. Kalau seseorang punya kecenderungan terhadap sesuatu hal, misalnya seseorang yang punya kecerdasan di bidang logika matematika dan memang suka sama hal tersebut, pasti informasi yang berkaitan dengan matematika yang paling nempel. Beda kalo memang ga suka dan cenderung "lemot" di linguistik, pasti informasi tentang bahasa-lah yang paling gampang dilupakan.

Kurikulum pendidikan di Indonesia itu berat. Kenapa? Karena semua murid disamaratakan. Mereka harus siap menerima set informasi dari kurikulum yang sudah disiapkan oleh pemerintah, dan itu mencakup segala jenis bidang--macam Matematika, Bahasa, Olahraga, dan lain-lain. Nggak peduli mau lemah di matematika mau lemah di olahraga ga mau tau pokoknya harus belajar dan harus "bisa". Bisa pake tanda kutip, soalnya patokan bisa atau tidaknya cuma deretan angka yang berlabel "Kriteria Ketuntasan Minimal."

Bingungnya saya, kenapa orang harus belajar hal lain yang nggak bakalan dia suka, nggak bakal ia bisa, dan BAKAL DIA TINGGALIN nantinya ketika beranjak dewasa? Bukankah akan lebih efektif kalau sejak awal sudah difokuskan kepada apa yang ingin dia lakukan? Jadi things to achieve in the future-nya udah jelas. Kalau dari kecil misalnya belajar bahasa teruuuuus, nanti jadi sastrawan yang jago. Kalo dari kecil belajar musik terus misalnya, bisa jadi musikus yang andal. Nggak perlu menyisakan space memori otak untuk hal-hal ga berguna yang nantinya juga bakal dibuang lagi. Kalau begitu caranya kan, jadi nggak terlalu berat dalam belajar, dan kitanya juga bisa jadi maksimal, karena tekanannya berkurang.

Satu hal lagi yang menjadi tekanan buat para pelajar adalah--nilai! Nilai untuk aspek-aspek kognitif yang seolah ditaruh di atas segalanya, penentu nasib para pelajar di sekolah /lebaytapibener Ini karena tadi, kurikulum pendidikan yang menyamaratakan semua siswa. Dengan begitu, aspek non-kognitif yang juga wajib dibina macam pendidikan karakter, jadi terabaikan karena para pelajar sibuk struggling demi deretan-bilangan-yang-katanya-menentukan-hidup-di-dunia-sekolah. Kurikulum berat, tolok ukur keberhasilan cuma nilai, dan pendidikan karakter terbengkalai--halooo, manusia itu nggak hidup pake rumus lho. Percuma otak pinter matematika fisika tapi personalitynya ga jelas, ga berkarakter. Bukannya pendidikan itu agar manusia menjadi "manusia yang berguna bagi bangsa dan negara dan syalalala..." tapi gimana mau berguna kalau cuma menang di otak doang?

Itu yang jadi masalah pendidikan Indonesia bagi saya.

Miris banget waktu denger berita tawuran pelajar tempo hari. Generasi penerus bangsa kan? Golongan terpelajar kan? Iya golongan terpelajar, belajar doang. Bukan golongan terdidik. Kalo terdidik itu berarti sudah satu paket sama karakternya juga. Mendidik itu kan, istilahnya, applying knowledges to others, dan knowledges itu bukan cuma ilmu eksak dan bahasa aja--ada ilmu etika dan bagaimana bersikap dan berperilaku biar jadi manusia yang bermanfaat, nggak cuma numpang hidup di dunia.

It's learning. Not just studying.

Jadi inget kemarin nonton drama Jepang yang judulnya "Blackboard: Jidai to Tatakatta Kyoushitachi" yang kalo dialihbahasakan jadi "Guru-guru yang Berjuang Bersama Zaman" menurut Sasha yang bahasa Jepangnya masih amburadul bin ngaco ini. Dan sumpah, drama itu indah banget. 3 episode yang bercerita tentang era pendidikan di Jepang--pasca perang, era 80an dimana banyak tindak kekerasan oleh pelajar, dan era sekarang dimana respek para siswa terhadap guru mulai berkurang. Yang paling saya ingat adalah salah satu dialog di episode satu, dimana Jepang tengah melakukan restorasi pendidikan pasca perang.

"Pendidikan itu masa depan negara, langkah pertama untuk mencapai kemajuan..."

 Negara maju manapun, awalnya adalah pendidikan.

Buat saya belum terlambat, kok. Meskipun dari awalnya memang sudah hancur, kalau beneran niat memperbaiki dunia pendidikan Indonesia, pasti bisa kok. Bagaimanapun juga, masih banyak potensi yang bisa digali di tanah Nusantara ini.

Dan untuk menambang emas, butuh usaha dan fasilitas yang sebanding bukan?

***

cross-posted to usepers.blogspot.com