[fic] Tsugi no Kakurenbou wa, Zettai ni Kimi wo Mitsukeru yo! ; ch 03


.


a/n: saya belom ngasih tahu arti judulnya sampai chapter ini karena satu dan lain hal #ming 
Arti judul fic ini, kali-kali gatau, itu "Aku Akan Menemukanmu pada Permainan Petak Umpet Berikutnya!"


summary: Ketika semuanya berubah--ketika memori yang mengikat batin mereka menghilang karena kecerobohan dalam suatu permainan petak umpet--apa yang akan terjadi pada dua insan yang sejatinya saling membutuhkan dan menyayangi, di masa depan nanti?

rate, genre: T, romance-drama-daily life

warning: AU, OOC.

disclaimer: I don't own anything, just the plot. No profit gained, just for fun. Believe me.

Chapter 03 - Ano Hi - click here to begin




Entah kenapa ada rasa sakit tersendiri begitu melodi-melodi lagu itu keluar dari tuts-tuts pianonya, Lagu yang seharusnya bernada ceria dan dinyanyikan dengan senyuman, namun bagi Kana terlalu menyakitkan. Perih. Hatinya perih, terjajah serpihan tajam masa lalu yang mengoyak batinnya. Ia berusaha sebisa mungkin tidak menatap dan merasakan keberadaan Nobuhiko di sampingnya, yang sedari tadi memasang wajah aneh sejak Kana memainkan bagian intro.

"Kupikir cukup, Hanazawa-san," gumam Nobuhiko. "Aku... merasakan ada yang aneh."

"...Aneh?" Kana memiringkan kepalanya, bingung. akan komentar Nobuhiko barusan. "Apanya yang aneh? Kurasa aku memainkannya sesuai dengan partitur--"

"Bukan, bukan soal akurasi atau apa, aku sama sekali tak tahu apa-apa kalau soal itu," Nobuhiko mengibas-ngibaskan telapak tangannya di depan wajahnya. "Aku hanya merasa kalau caramu memainkannya... kenapa ya? Ada emosi yang tak seharusnya ada di permainanmu barusan. Kalau kubandingkan dengan lagu aslinya, lagu yang kaumainkan tadi terdengar suram dan... menyedihkan. Bukan lagu tentang cinta pertama dan hati yang berbunga-bunga, menurutku yang tadi itu lebih pada satu kisah cinta menyedihkan yang menguras air mata."

Kana terdiam. Kata-kata Nobuhiko barusan itu seperti garam yang ditaburkan diatas luka hatinya, membuatnya semakin pedih tak terkira.

Memang seharusnya lagu itu tak seperti itu...

..kalau saja kejadian tujuh belas tahun lalu tidak terjadi.

Melihat perubahan air muka kana, Nobuhiko mulai merasa bersalah. "Maafkan aku, Hanazawa-san, apakah kata-kataku barusan menyinggungmu? Maaf... seharusnya aku tidak bicara begitu, aku tidak tahu apa-apa tentang piano--"

Ada jeda keheningan selama satu detik untuk suara Kana yang tercekat di tenggorokan agar mau keluar.

"Mm-mm.Tidak apa-apa, Okamoto-kun. Kurasa kau benar kok, permainanku barusan memang sangat jelek sekali," kata Kana mencoba ceria dengan senyuman terpasang di wajahnya. "Aku sudah lama sekali tidak bermain piano dengan serius. Mungkin setelah aku kembali kesini, aku akan mulai berlatih piano lagi seperti dulu sewaktu nenekku masih ada..."

Walaupun tidak akan benar-benar seperti dulu, begitu yang dirasakan Kana. Neneknya yang biasa melatihnya dan mengajarinya berbagai macam lagu kini tidak akan ada lagi di sampingnya.

"Tuh kan sudah kubilang suara piano itu bukan suara hantu, Yuuki! Itu ada penghuni lama yang baru kembali pulang!"

Suara ribut-ribut dari balik jendela tepat di belakang mereka membuat Kana berbalik penasaran, dan sontak matanya membulat melihat dua sosok pemuda yang kini berdiri dekat jendelanya, di balik tembok yang membentengi ruangan ini dengan halaman depan tempat tumbuh sang pohon besar penuh kenangan. Salah satu dari pemuda itu yang berpipi chubby melambaikan tangan, sementara yang satunya lagi tersenyum penuh perhatian.

"Miyu! Yuuki!"

***

Kini empat orang pemain sudah muncul di atas panggung, menandakan waktu untuk memutar kembali pita kaset memori yang telah tersimpan usang, berharap untuk dilupakan. Seiring waktu, mereka terus melangkah, meninggalkan pita kaset memori ini, namun mereka tahu bahwa sebetulnya memori ini bukan untuk mereka tinggalkan dan lupakan.

Hanya saja, memori ini adalah memori kelam yang ingin mereka buang....

Press the rewind button.

***
"No~bu~kuuuuun, kau marah ya?"

Kana kecil tergesa-gesa mengejar Nobuhiko yang berjalan cepat di depannya. Kaki kecilnya menapaki jalan setapak menuju bukit, berusaha menyamai kecepatan berjalan Nobuhiko--namun sayangnya, anak lelaki itu tidak terkejar. Kana nyaris putus asa, namun ia tak mau--ia tak mau kehilangan Nobuhiko.

"Jangan marah, Nobu-kuuuuun, aku kan sudah minta maaf padamu...."

Suara Kana saat mengatakan kalimat barusan sedikit tercekat. Ia berusaha menahan sengatan rasa sakit di ujung hidungnya sekuat mungkin, namun percuma karena pada akhirnya air matanya tetap mengalir. "Ma-maafkan aku, Nobu-kun, aku tidak bermaksud..."

Tiba-tiba Nobuhiko berhenti--sepertinya ia sudah menyadari kalau sahabatnya itu tengah menangis--dan membalikkan badannya. Benar saja, raut wajahnya segera berubah panik begitu melihat air mata yang keluar dari sudut mata gadis berambut sebahu itu.

"Kanacchi, jangan menangis begitu, dong~!" seru Nobuhiko sambil menghampiri Kana. "A-aku tidak marah kok, betulan!"

"Tapi-tapi aku...." gumam Kana diantara isak tangisnya. "Aku--takut Nobu-kun tidak bisa memaafkanku, aku memang keterlaluan tadi, seharusnya aku tak berkata seperti itu--"

"Kanacchi~ sudahlah, masa iya aku tidak memaafkan Kanacchi~" tukas Nobuhiko, mengelus pucuk kepala Kana dengan lembut. "Oke deh, begini saja. Aku akan memaafkan Kanacchi, asal... Kanacchi mau bermain denganku hari ini. Ber--berdua saja. Bagaimana?"

"Eh?' Kana mengangkat wajahnya, menatap Nobuhiko yang wajahnya sedikit bersemu merah. "Ma-main?"

"Iya. Kanacchi mau, kan?"

"M-mm!" seru Kana antusias sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mau main apa, Nobu-kun? Mau main apa?"

"Hmm...." Nobuhiko memasang pose berpikir andalannya. "Petak umpet?"

***

Kana mengentak-entakkan kakinya ke tanah, sedikit kesal. Ia sudah sepuluh menit mengitari areal di sekitar bukit ini, dan ia belum bisa menemukan Nobuhiko. Sejak tadi ia selalu kalah dalam permainan petak umpet melawan Nobuhiko--anak itu selalu bisa sampai ke check point tanpa tertangkap oleh Kana--sehingga untuk kali ini, Kana berjanji akan menang melawan Nobuhiko.

"Huu, Kanacchi payah, dari tadi kalah terus--"
"Lihat saja, ya! Selanjutnya aku pasti akan menemukanmu!"

Dialog barusan kembali terngiang di telinga gadis manis itu, dan dalam seketika tekadnya untuk menemukan Nobuhiko kembali terkumpul. Bagaimanapun juga, ia berjanji untuk menemukan Nobuhiko dan mengalahkannya.

Kana paling benci kalah--apalagi dari Nobuhiko.

Kembali gadis itu melangkahkan kakinya mantap untuk mencari sang kawan sepermainan sampai beberapa menit kemudian, ada yang melempar kepalanya dengan potongan ranting. Rantingnya tidak besar--namun rasanya cukup sakit. Gadis itu mengelus kepalanya sambil menahan rasa dongkol, lalu mendongak untuk melihat siapa pelaku kejahatan pelemparan ranting barusan.

Nobuhiko.

Duduk dengan santainya di atas dahan sebuah pohon besar sambil memain-mainkan sebatang ranting.

"Nobu-kun!" seru Kana kaget. "Kenapa kau sembunyi di sana? Kan berbahaya! Ayo cepat turun!"

"Soalnya Kanacchi tak mungkin menangkapku kalau aku ada di atas sini, benar kan?" anak lelaki itu menjulurkan lidahnya dengan usil. "Ayooo, kau kan sudah janji mau menangkapku?"

Kana menggembungkan pipinya. "Huuh, Nobu curang! Kau didiskualifikasi!"

"Diskualifikasi apa? Aku kan hanya berstrategi," kata Nobuhiko memberi alasan. "Kalau Kanacchi bisa naik kesini, Kanacchi menang. Ayo!"

Kana menggigit bibir bawahnya kesal. Ia sudah berjanji untuk mengalahkan Nobuhiko--namun haruskah ia mengikuti apa mau anak itu dengan naik ke atas? Kana tak bisa memanjat pohon, terlebih ia sedang memakai rok.

Tapi sekali lagi--Kana benci kekalahan. Sangat benci.

"Lihat saja ya, aku pasti bisa naik ke sana!"

Dahan tempat Nobuhiko duduk cukup tinggi. Kana berjalan mendekati pohon, menyiapkan mentalnya untuk mulai memanjat pohon itu. Nobuhiko menunduk, alisnya berkernyit. Tidak menyangka Kana akan nekat.

"Kanacchi--kau benar-benar akan memanjat?"

"Menurutmu?"

"Menurutku kau benar-benar akan memanjat..."

"Ya sudah, kau benar kalau begitu!"

Anak lelaki itu menelan ludahnya. Lama kelamaan terbitlah rasa cemas yang menghantui dirinya akan keselamatan sang sahabat.

"Kanacchi--"

"Aku bisa kok~!"

"Bukan begitu!" tanpa disadarinya, Nobuhiko berada dalam posisi sangat menunduk yang mengakibatkan tubuhnya condong ke bawah. "Jangan memanjat seperti itu, itu berbaha--AAAAAH!"

Kana hanya bisa terdiam di tempatnya saat hal itu terjadi.

Membeku.

Dan ia benci kenapa ia tak bisa melakukan apa-apa.

Untuk Nobuhiko yang oleng sehingga membiarkan gravitasi menguasai tubuhnya, menarik tubuh mungil itu ke permukaan bumi yang kasar dilapisi aspal keras, menyebabkan benturan keras di kepalanya, membuat likuid merah beraroma besi merembes mewarnai aspal yang hitam.

Tubuh itu terbaring begitu saja dengan darah yang terus mengalir.

Darah...

...terus mengalir sampai membentuk kubangan yang menodai baju putih anak itu. Dalam seketika pegangan tangan Kana pun lemas sehingga genggamannya pun ikut terlepas. Karena ia belum memanjat terlalu tinggi, ia bisa mendarat dengan baik di tanah. Langkah-langkah kecilnya membawanya mendekati tubuh yang terbaring begitu saja di atas jalan aspal yang keras--

"No...bu?"

--tak memberikan respon apapun, tak ada tanda-tanda kesadaran, dengan darah masih terus mengalir?

"NOBU-KUN!"

***


Dan mungkin kalian tak tahu rasanya ketika seseorang yang sangat berarti bagimu tengah memperjuangkan hidupnya yang berada di ujung tanduk sementara kau terus mendoakannya, mohon agar panjang usianya--dan yang kau dengar dari mulutnya setelah kedua matanya terbuka hanya satu kalimat pendek sederhana yang sakitnya tak terkira...


"...kau... siapa?"


Aku tahu rasanya, dan itu meninggalkan luka. Luka yang mungkin tak akan pernah sembuh sampai aku menutup mata untuk selamanya, nanti, saat Tuhan sudah memanggilku ke sisiNya.

***

to be continued

***


Your Reply