[fic] Tsugi no Kakurenbou wa, Zettai ni Kimi wo Mitsukeru yo! ; ch 01


.


a/n: chapter 01, doozo!

summary: Ketika semuanya berubah--ketika memori yang mengikat batin mereka menghilang karena kecerobohan dalam suatu permainan petak umpet--apa yang akan terjadi pada dua insan yang sejatinya saling membutuhkan dan menyayangi, di masa depan nanti?

rate, genre: T, romance-drama-daily life

warning: AU, OOC.

disclaimer: I don't own anything, just the plot. No profit gained, just for fun. Believe me.


Chapter 01 - Shattered Pieces - click here to begin

Sebetulnya Kana tak mengharapkan jawaban apapun dari orang yang ia panggil barusan--selain karena suaranya memang cukup pelan, ia sama sekali tidak berniat untuk menyapa orang itu. Sapaan yang muncul dari mulutnya barusan hanyalah reaksi spontan yang distimulasi oleh tumpukan perasaan yang selama ini ia simpan dalam-dalam. Tumpukan segala jenis perasaan yang membingungkan, bahkan Kana sendiri tak tahu apakah ia mampu mendeskripsikan segala perasaan itu dalam uraian. Itu semua cukup untuk menjadi alasan keterkejutan Kana ketika pemuda yang sedang melukis itu menghentikan gerakan tangannya, dan mengubah posisi duduknya menjadi menghadap jendela rumah Kana.

"...Hanazawa-san?"

Nyaris saja Kana menitikkan air mata mendengar jawaban dari mulut pemuda itu. Teman sepermainannya yang tentu saja sudah sangat banyak mengalami perubahan dalam kurun waktu tujuh belas tahun, namun bagi Kana, ia tidak berubah. Masih tetap Nobuhiko yang dulu. Nobuhiko yang ceria, yang selalu semangat dalam urusan makanan, yang jago memasak, yang memiliki bola mata berkilau dengan iris sehitam malam, yang senyumnya selalu menimbulkan kehangatan di hati orang-orang yang melihatnya--ah, bahkan bagi Kana suaranya tak banyak berubah meskipun memang pitch-nya terdengar lebih rendah. 

Dia masih Nobuhiko, yang dulu Kana kenal.

"Iya. Lama tidak jumpa, Okamoto-san."

Meskipun Kana tahu, Nobuhiko yang duduk di depannya itu sudah kehilangan sesuatu yang membuatnya sama dengan Nobuhiko teman sepermainan Kana dulu.

***

Suara pintu yang berderit terbuka membuat sesosok gadis mungil yang sedang asyik membaca buku resep masakan di sofa empuk berwarna putih terlonjak kaget, dan dalam seketika kalimat-kalimat penuh ungkapan rasa protes meluncur bak pesawat jet dari mulutnya. Nobuhiko--sang terdakwa tunggal yang menyebabkan rasa kaget bagi gadis itu--hanya mengangkat bahunya tanpa rasa bersalah sementara gadis berambut lurus sepanjang dua puluh sentimeter di bawah bahu itu masih terus memprotes plus menuduh Nobuhiko telah melakukan sesuatu yang menurutnya bisa dikategorikan sebagai tindak kejahatan. 

"Setidaknya ucapkan "aku pulang" atau semacamnya, aku kan kaget!" suara tinggi dan imut sang gadis menggema di ruangan, namun masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan bagi Nobuhiko. 

"Ya, ya, ya...."

"Sopan sedikit dong, Nobu--"

"Ini kan rumahku, jadi mau masuk lewat cerobong asap pun itu hakku. Kau kan cuma menumpang, seharusnya kau tak usah repot-repot menceramahiku seperti itu--"

"Nobuuuuu!"

CWIIIIT

"Sa-sakit, oi!" Nobuhiko seketika menggeram setelah merasakan perihnya cubitan gadis itu, sepupunya Kayano Ai--yang biasa ia sapa Kaaya. "Kau--sudah aku bilang jangan suka cubit-cubit! Aku ini kan cuma tulang dan kulit--"

Kaaya tersenyum mencemooh. "Hah? Orang yang setiap hari porsi cemilannya lebih banyak daripada porsi makan wajibnya bilang dia kurus? Kalau kau kurus, aku apa dong?"

"Kau loli. Aku kan sudah sering bilang--SAKIIIT!"

"Berani bilang begitu lagi, kumakan semua Mont Blanc dan macaroon yang kau simpan di kulkas."

"Tapi kan itu kenyataan. Badanmu mungil, suaramu seperti anak kecil, dan kau pendek--KAAYA, AMPUN!"

Kaaya akhirnya menghempaskan dirinya kembali di atas sofa usai mendengar Nobuhiko meminta ampun untuk kesepuluh kalinya. Nobuhiko meringis, mengusap-usap lengan atasnya yang--berani taruhan, pasti sudah memerah parah akibat cubitan Kaaya yang tidak kira-kira itu. Pemuda itu merutuk-rutuk pelan sambil berjalan pasrah menuju lemari es, mencari macaroon kesukaannya yang memang selalu sukses memperbaiki mood-nya. 

Bukan hanya lengannya yang sakit karena dicubit. Kepalanya juga mendadak sakit seperti diserang palu godam.

"Lukisannya selesai?" tanya Kaaya memecah keheningan setelah memutuskan untuk tidak melanjutkan bacaannya, dijawab dengan gelengan pelan Nobuhiko.

"Tidak," gelengnya.

"Pasti tiba-tiba pusing, iya kan?"

"Ng," Nobuhiko tahu tidak ada gunanya membohongi Kaaya. Mereka sudah saling mengenal sejak lama--sebagai sepupu tunggal bagi masing-masing pihak, mereka sudah seperti saudara kandung. Nobuhiko mengerti Kaaya, dan begitu pula sebaliknya. Kaaya adalah ibu, kakak, sahabat, sekaligus adik bagi Nobuhiko karena perhatiannya yang begitu besar pada pemuda itu. "Oh ya, aku lupa memberitahumu. Hanazawa-san sudah kembali."

Kaaya terdiam sejenak, matanya membulat. "Maksudmu... Kanacchi?"

"Em."

Sejenak kilat kecemasan muncul di kedua bola mata Kaaya, namun untunglah Nobuhiko tidak melihatnya--kalau saja kilat itu dilihatnya, Nobuhiko akan memboikot dirinya untuk tidak berbicara dengan Kaaya selama berhari-hari. 

"Lalu... kalian bertemu?"

"Ia menyapaku," jawab Nobuhiko sambil menjerang air untuk membuat teh. "Untung saja kau sudah menceritakan soal dia padaku hari itu. Kalau tidak, aku akan kebingungan."

Kaaya menelan ludah.

"Lalu kau bilang apa?"

"Kau berharap aku bilang apa?" Nobuhiko berbalik, hanya untuk menghadapi Kaaya. "Aku hanya berbasa-basi sedikit dengannya, lalu aku izin pulang karena kepalaku sakit dan--aku jadi tak bisa menyelesaikan lukisanku. Mau bagaimanapun juga, aku masih belum bisa mengingat apa-apa tentang dia, Kaaya--dan tolong jangan lihat aku seperti itu kalau tak mau aku mendiamkanmu sampai minggu depan."

***

to be continued

***

a/n: saya takut ini fic akan mulai berunsur harem jika tidak ditindak lebih lanjut.


Your Reply